JAM-Pidum Menyetujui 16 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Bantul

Screenshot_20241210-141323 (1)

www.indonesiacerdasnews.com |Kejaksaan Agung, Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 16 (enam belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin 16 Desember 2024.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Weni Anjani binti Aryanto dari Kejaksaan Negeri Bantul, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula pada hari Sabtu tanggal 5 Oktober 2024 sekitar pukul 12.15 WIB ketika Saksi Korban Ahmad Dwi Afrianto datang ke Indomaret Point di Jl. Parangtritis Km 5,6, Tarudan, Bangunharjo, Sewon, Bantul untuk membeli kopi yang saat itu tengah dijaga oleh Tersangka Weni Anjani binti Aryanto. Selanjutnya, Saksi Korban Ahmad Dwi Afrianto mencari tempat duduk di kursi yang terletak di dekat Point Café dan meletakkan tas ransel warna hitam miliknya di bawah kursi.

Kemudian, sekitar pukul 15.00 WIB, Tersangka Weni Anjani binti Aryanto melihat sebuah tas ransel berwarna hitam yang ditinggal oleh pemiliknya di bawah kursi dekat Point Café. Tersangka langsung mengambil tas tersebut dan menyimpannya di pinggir stand Point Café, tepatnya di bawah rak roti. Sekitar pukul 16.30 WIB, Tersangka telah selesai shift pagi di Indomaret Point Café lalu mengambil tas ransel berwarna hitam tersebut dan membawanya ke gudang bagian belakang Indomaret.

Tersangka membuka tas ransel berwarna hitam tersebut yang berisi 1 (satu) buah Laptop merek ASUS TUF F15 Tipe FX 506L warna silver, 1 (satu) buah mouse warna hitam, serta 1 (satu) buah tas hand bag warna hitam merek MOCY.CO yang berisi 2 (dua) buah hard drive driver dan 1 (satu) buah SSD merek V-gen.
Saat Tersangka membuka tas ransel tersebut, Saksi Rahmad yang merupakan kepala toko sempat melihatnya. Tersangka saat itu memberi tahu kepada Saksi Rahmad bahwa Tersangka akan membawa pulang tas ransel tersebut ke kostnya yang beralamat di Kost Putri Pramesti, Glagah Kidul Tamanan, Banguntapan, Bantul untuk mencari tahu siapa pemilik tas ransel tersebut. Tersangka beralasan takut apabila terdapat pihak lain yang mengaku-ngaku dan mengambilnya.

Bahwa pada saat di kost, timbul niat Tersangka untuk memiliki laptop tersebut. Pada Senin tanggal 7 Oktober 2024, Tersangka mengunduh ulang semua data yang ada di laptop tersebut dan melepas stiker yang menempel di bagian belakang agar laptop tersebut tidak lagi dikenali.

Akibat dari kejadian tersebut, Saksi Korban Ahmad Dwi Afrianto melaporkan Tersangka ke pihak terwajib dan ditangkap untuk mengakui perbuatannya. Bahwa Saksi Korban dirugikan sebesar Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah) atas data-data yang dihapus oleh Tersangka.

Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Bantul Farhan, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Andri Winanto, S.H., M.H., serta Jaksa Fasilitator Wulan Andri Dewi Astuty, S.H. dan Junita Astuti, S.H., M.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban.
Setelah itu, Saksi Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.

Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Bantul mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DIY Yogyakarta Ahelya Abustam, S.H., M.H.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi D.I. Yogyakarta sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 16 Desember 2024.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 15 perkara lain yaitu:

1. Tersangka Agus Banstian Nur bin Nor’it (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kotawaringin Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Arapik Apriyansyah bin Bustan dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Agus Naman bin Aris dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
4. Tersangka Deli Wirasanjaya dari Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Nuryanto alias Tosap bin Mujianto dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Prima Heru Prasetya alias Prima bin Heru Sutrisna dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Muhammad Amin Dzikri bin H. Urfi Rahimudin dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP atau Kedua Pasal 378 KUHP tentang Penipuan jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
8. Tersangka Wahyu Eko Nugroho bin Ratijo dari Kejaksaan Negeri Bantul, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
9. Tersangka I Ahmad Basori bin Karsono dan Tersangka II Rafi Nur Wahidin bin Saiful dari Kejaksaan Negeri Banyumas, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan 4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
10. Tersangka Mukhamad Abdul Aziz bin Muh Khotim dari Kejaksaan Negeri Purworejo, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 dan 5 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan jo. Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
11. Tersangka Dwi Pambudi bin Kamiran (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kebumen, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
12. Tersangka I Niko Candra Rusafan bin Suharto dan Tersangka II Muhammad Aziz Fikri als Bojes bin Rusidi dari Kejaksaan Negeri Kudus, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
13. Tersangka I Rando bin Kenedi dan Tersangka II Heri Arcan bin Sumadi dari Kejaksaan Negeri Rejang Lebong, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
14. Tersangka Miftahudin bin Anwar dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) Ke-1 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan.
15. Tersangka Herwansyah bin Hasanudin (Alm) dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) Ke-3 dan 4 KUHP tentang Pencurian Dengan Pemberatan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:

– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (K.3.3.1)

 

Jakarta, 16 Desember 2024
Sumber: Kepala Pusat Penerangan Hukum
Dr. Harli Siregar, S.H.,M.Hum.

[Muhdi Khair]