JAM-Pidum Menyetujui 13 Restorative Justice, Salah Satunya Perkara Pencurian di Banggai

IMG-20250218-WA0235

WWW.INDONESIACERDASNEWS.COM |JAKARTA — Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 13 (tiga belas) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 18 Februari 2025.

Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Tersangka Sabarudin alias Sabar dari Kejaksaan Negeri Banggai, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Kronologi bermula pada hari Rabu tanggal 27 November 2024, sekira pukul 07.00 WITA, ketika Tersangka Sabarudin alias Sabar mengambil 1 (Satu) Unit Handphone (HP) merk Realme Note 50 warna Hitam dan 1 (Satu) Unit Laptop merk Acer berwarna Hitam. HP dan Laptop tersebut merupakan milik Saksi Lintar Kurniawan Patto, yang diambil tanpa izin dari kamar kos, sewaktu Saksi sedang tidur.
Pada saat kejadian tersebut, Tersangka sedang menumpang di kos milik Saksi Korban Lintar Kurniawan Patto. Melihat Saksi Korban sedang tertidur lalu Tersangka langsung mengambil 1 (satu) Unit HP dan 1 (satu) Unit Laptop dan segera meninggalkan kos-kosan tersebut.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Banggai, Anton Rahmanto, S.H., M.H., dan Kasi Pidum Anak Agung Gede Agung Kusuma Putra S.H. serta Jaksa Fasilitator Ahmad Jalaluddin, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Banggai mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah Dr. Bambang Hariyanto.

Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa 18 Februari 2025.

Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap 12 perkara lain yaitu:
1. Tersangka Welem Wora Kaka alias Welem dari Kejaksaan Negeri Sumba Barat, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Amat Amu alias Charles dari Kejaksaan Negeri Tojo Una-Una, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Elen Gogali alias Mama Agus dari Cabang Kejaksaan Negeri Poso di Tentena, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
4. Tersangka Tunta Sulaeman dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Rifaldi Aprilio bin Alm. Adi Suseno dari Kejaksaan Negeri Simeulue, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Suradin alias Adi dari Kejaksaan Negeri Sigi, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Herru Susanto alias Herru bin Sukarto Ediyanto (Alm) dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka I Priyanto Mokodompit, Tersangka II Romi Mamonto dan Tersangka III Yoga Linu dari Kejaksaan Negeri Kotamobagu, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan atau Pasal 362 KUHP tentang Pencurian Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
9. Tersangka Ros Seni Ati alias Ros binti Awal (Alm) dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
10. Tersangka Jarudin alias Wak Zaki bin Jamaan Fahmi dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
11. Tersangka Sartika alias Tika binti Kamilin dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.
12. Tersangka I Irwansyah Putra alias Iwan bin Saripuddin, Tersangka II Habibi als Habibi bin Muhammad Gade (Alm), Tersangka III Rudi Syahputra alias Rudi bin Abbu Bakar, Tersangka IV Arman Sagala alias Ram Ram bin Kamal (Alm), Tersangka V Bambang alias Bambang bin Mujidarma, Tersangka VI Sutra Effendi, Tersangka VII Zainuddin Raufy alias Raufy bin Zulkifli, Tersangka VIII Yuda Ramunda alias Yuda bin Rahmadi dan Tersangka IX Riko Andalas alias Cil bin Rasidin (Alm). dari Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, yang disangka melanggar Pasal 170 Ayat (1) KUHP tentang Pengeroyokan atau Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan Jo. Pasal 55 KUHP.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
•Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
•Tersangka belum pernah dihukum;
•Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
•Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
•Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
•Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
•Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
•Pertimbangan sosiologis;
•Masyarakat merespon positif.

“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. [Red]

Berita Terkait